Faj News Article

HOME
About
Contact
Disclaimer
Privacy

Memahami Republik Maluku Selatan (RMS) Lebih Dalam

Oct 23, 2025 by Faj Lennon 51 views

Memahami Republik Maluku Selatan (RMS) Lebih Dalam\n\nHai, guys! Kalian pernah dengar tentang **Republik Maluku Selatan (RMS)**? Pasti sebagian dari kalian mungkin sudah tidak asing lagi dengan istilah ini, tapi mungkin juga banyak yang masih bertanya-tanya, *'Sebenarnya apa sih RMS itu?'* Nah, di artikel ini, kita bakal kupas tuntas sejarah, perjuangan, dan dampaknya yang kompleks terhadap Indonesia, khususnya Maluku. Jadi, siap-siap, karena kita akan melakukan perjalanan kilas balik ke masa lalu yang penuh intrik dan perjuangan. Yuk, kita mulai!\n\n## Apa Itu Republik Maluku Selatan (RMS)?\n\n**Republik Maluku Selatan (RMS)** merupakan sebuah gerakan separatis yang dideklarasikan pada tanggal *25 April 1950* di Ambon, Maluku. Tujuannya adalah untuk mendirikan negara merdeka yang terpisah dari Republik Indonesia Serikat (RIS) pada saat itu, dan kemudian dari Republik Indonesia. Deklarasi ini lahir dari ketidakpuasan sebagian masyarakat Maluku terhadap proses integrasi daerah mereka ke dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) pasca-kemerdekaan. Mereka merasa bahwa sistem negara federal yang awalnya dijanjikan, di mana Maluku memiliki status sebagai Negara Indonesia Timur (NIT) yang otonom, tidak terpenuhi dengan baik. Para pendiri **Republik Maluku Selatan**, yang sebagian besar adalah mantan anggota KNIL (Koninklijk Nederlands Indisch Leger) atau Tentara Kerajaan Hindia Belanda, serta elit lokal yang pro-federalisme, khawatir akan hilangnya identitas dan otonomi Maluku di bawah pemerintah pusat Jakarta yang sentralistik. *Pemerintah Indonesia, tentu saja, menolak tegas proklamasi ini* karena dianggap sebagai upaya memecah belah persatuan bangsa yang baru saja meraih kemerdekaan. Perjuangan **RMS** ini tidak hanya bersifat politis, tapi juga kemudian berujung pada konflik bersenjata yang cukup sengit, meninggalkan luka mendalam bagi masyarakat Maluku dan sejarah Indonesia. Bagi banyak orang di Maluku, khususnya mereka yang memiliki ikatan emosional dengan gerakan ini, **RMS** dipandang sebagai simbol perlawanan untuk mempertahankan hak dan identitas, sementara bagi negara, ini adalah ancaman serius terhadap kedaulatan dan keutuhan wilayah. Memahami **RMS** bukan hanya tentang fakta sejarah, tetapi juga tentang bagaimana sebuah ideologi bisa begitu kuat mengakar dan membentuk narasi kolektif di suatu daerah. Jadi, intinya, **Republik Maluku Selatan** ini adalah upaya memisahkan diri dari Indonesia dengan alasan menjaga otonomi dan kesejahteraan Maluku, guys. Ini adalah babak penting dalam sejarah awal kemerdekaan Indonesia yang menunjukkan kompleksitas pembangunan bangsa setelah berabad-abad di bawah penjajahan.\n\n## Sejarah Singkat Terbentuknya RMS\n\nUntuk memahami *mengapa* **Republik Maluku Selatan** bisa muncul, kita harus melihat kondisi Maluku pasca-kemerdekaan Indonesia. Situasinya itu lho, sangat kompleks dan penuh gejolak. Mari kita telusuri lebih jauh.\n\n### Kondisi Maluku Pasca-Kemerdekaan Indonesia\n\nGuys, setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945, keadaan di seluruh Nusantara, termasuk Maluku, itu masih sangat bergejolak. Belanda, yang tidak rela melepaskan jajahannya, mencoba kembali berkuasa. Nah, dalam proses negosiasi dan upaya Belanda untuk memecah belah Indonesia, mereka membentuk *Negara Indonesia Timur (NIT)* pada tahun 1946, yang mencakup wilayah Maluku, Sulawesi, Bali, dan Nusa Tenggara. Banyak elit lokal di Maluku yang saat itu, terutama mereka yang berlatar belakang militer KNIL atau memiliki kedekatan dengan Belanda, merasa lebih nyaman dengan konsep negara federal atau otonomi yang kuat di bawah NIT. Mereka khawatir bahwa jika Maluku langsung bergabung dengan Republik Indonesia yang berpusat di Jawa, maka mereka akan kehilangan otonomi, suara mereka tidak didengar, dan kesejahteraan mereka akan terabaikan. *Sentimen anti-Jawa dan anti-sentralisasi* memang cukup kuat di beberapa daerah luar Jawa pada masa itu, guys. Maluku sendiri punya sejarah panjang sebagai wilayah penting bagi kolonial Belanda, terutama sebagai penghasil rempah-rempah. Oleh karena itu, hubungan emosional dan loyalitas terhadap Belanda masih cukup kental di kalangan tertentu. Para mantan prajurit KNIL di Maluku, yang dikenal memiliki disiplin militer tinggi dan loyalitas kuat terhadap komandan Belanda mereka, merasa posisinya terancam dengan pembubaran KNIL dan pembentukan Tentara Nasional Indonesia (TNI). Mereka khawatir tidak akan mendapatkan tempat yang layak atau bahkan didiskriminasi dalam struktur militer yang baru. Hal ini menciptakan *rasa tidak aman dan ketidakpastian* di tengah-tengah masyarakat, terutama bagi mereka yang dulu bergantung pada struktur kolonial. Proses pembentukan Republik Indonesia Serikat (RIS) dan kemudian pengembalian ke bentuk negara kesatuan (NKRI) pada awal tahun 1950, yang berarti pembubaran NIT dan integrasi penuh wilayah-wilayah ke dalam Indonesia, menjadi pemicu utama. Bagi sebagian orang di Maluku, langkah ini dirasa *terlalu cepat dan mengabaikan aspirasi lokal* untuk mempertahankan otonomi. Ketegangan politik ini diperparah dengan provokasi dari pihak-pihak tertentu yang memang tidak menginginkan Indonesia bersatu, sehingga menciptakan lahan subur bagi munculnya gerakan separatis seperti **Republik Maluku Selatan**.\n\n### Proklamasi RMS dan Reaksi Pemerintah Indonesia\n\nBerangkat dari gejolak dan ketidakpuasan yang sudah kita bahas sebelumnya, pada *25 April 1950*, **Republik Maluku Selatan (RMS)** secara resmi diproklamasikan di Ambon. Tokoh utama di balik proklamasi ini adalah *Dr. Christian Robert Steven Soumokil*, seorang jaksa agung di Negara Indonesia Timur (NIT) yang kemudian menjadi Presiden RMS. Bersama dengan para pendukungnya yang sebagian besar terdiri dari bekas anggota KNIL dan elit lokal, mereka mendeklarasikan kemerdekaan Maluku dan membentuk pemerintahan sendiri. Mereka percaya bahwa dengan memisahkan diri, Maluku bisa menjaga identitasnya, mengelola sumber dayanya sendiri, dan menjamin kesejahteraan rakyatnya tanpa campur tangan dari Jakarta. Proklamasi ini bukan hanya simbolis, guys; mereka langsung membentuk angkatan perang sendiri yang sebagian besar terdiri dari pasukan KNIL yang terlatih dan memiliki persenjataan lengkap. Ini menunjukkan keseriusan dan persiapan mereka untuk mempertahankan diri dari kemungkinan serangan Indonesia. Namun, perlu diingat, tidak semua rakyat Maluku mendukung **RMS**. Ada juga sebagian besar masyarakat yang tetap setia pada Republik Indonesia dan menginginkan persatuan. Pemerintah Indonesia, yang baru saja menghadapi tantangan berat dalam mempertahankan kemerdekaan dan menyatukan wilayah, tentu saja tidak bisa menerima proklamasi **RMS** ini. Bagi Jakarta, ini adalah *pengkhianatan terhadap kedaulatan negara* dan ancaman serius terhadap keutuhan bangsa yang baru saja dibangun dengan susah payah. Reaksi pemerintah pusat itu *cepat dan tegas*. Mereka mengirimkan delegasi negosiasi ke Ambon untuk mencoba menyelesaikan masalah ini secara damai. Namun, upaya negosiasi ini gagal total karena **RMS** bersikukuh pada tuntutan kemerdekaannya. Oleh karena itu, pemerintah Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Soekarno dan Perdana Menteri Mohammad Natsir, dengan Panglima Angkatan Darat saat itu, Kolonel A.H. Nasution, memutuskan untuk mengambil tindakan militer. Mereka menganggap **Republik Maluku Selatan** sebagai pemberontakan yang harus ditumpas demi menjaga persatuan dan kesatuan negara. Maka dimulailah operasi militer besar-besaran yang dikenal dengan *Operasi Penumpasan RMS*, yang melibatkan pengerahan pasukan TNI dalam jumlah besar ke Maluku. Ini adalah momen krusial yang menunjukkan bahwa Indonesia tidak akan kompromi terhadap gerakan separatis, sekecil apapun itu, dan akan menggunakan segala cara untuk mempertahankan integritas wilayahnya. Operasi militer ini berlangsung sengit dan menimbulkan banyak korban jiwa, baik dari pihak TNI maupun **RMS**, serta masyarakat sipil yang tidak bersalah. Kisah proklamasi dan reaksi pemerintah ini adalah salah satu babak paling *tragis dan penuh pertumpahan darah* dalam sejarah awal kemerdekaan Indonesia, yang sampai sekarang masih menyisakan perdebatan dan interpretasi yang berbeda-beda.\n\n## Perjuangan RMS dan Dampaknya\n\nSetelah proklamasi **Republik Maluku Selatan** yang ditolak mentah-mentah oleh pemerintah Indonesia, tidak butuh waktu lama sampai konflik bersenjata pecah. Ini adalah babak yang paling kelam, guys, di mana kekuatan militer diadu dan banyak nyawa melayang.\n\n### Konflik Bersenjata dan Penumpasan RMS\n\nKetika negosiasi damai menemui jalan buntu, pemerintah Indonesia tidak punya pilihan lain selain melancarkan operasi militer untuk menumpas **Republik Maluku Selatan**. Operasi ini dimulai pada Juli 1950, dikenal sebagai *Operasi Penumpasan RMS*, dan dipimpin oleh Kolonel A.E. Kawilarang. Pasukan yang dikirimkan ke Maluku, terutama ke Pulau Ambon yang menjadi pusat kekuatan **RMS**, terdiri dari Divisi Siliwangi dan pasukan lain yang berpengalaman dalam pertempuran. Pasukan **RMS**, yang sebagian besar adalah mantan anggota KNIL yang terlatih dan didukung oleh senjata serta amunisi peninggalan Belanda, menunjukkan perlawanan yang sangat sengit. Mereka mengenal medan dengan baik dan menggunakan taktik gerilya yang efektif, membuat pasukan TNI kesulitan di awal-awal operasi. Pertempuran-pertempuran sengit terjadi di berbagai lokasi strategis di Ambon, seperti di kota Ambon sendiri, Laha, dan sekitarnya. Salah satu pertempuran paling tragis adalah saat gugurnya *Letkol Slamet Riyadi*, seorang perwira TNI yang sangat dihormati, pada bulan November 1950. Kehilangan ini menunjukkan betapa berbahayanya dan sengitnya perlawanan dari pasukan **Republik Maluku Selatan**. Meskipun demikian, dengan kekuatan militer yang lebih besar dan strategi yang terus disempurnakan, TNI secara bertahap berhasil mendesak pasukan **RMS**. Kota Ambon akhirnya berhasil dikuasai sepenuhnya oleh TNI pada Desember 1950, menandai kekalahan signifikan bagi **RMS**. Para pemimpin **RMS**, termasuk Soumokil, kemudian melarikan diri ke daerah-daerah pedalaman di Seram dan pulau-pulau kecil lainnya, melanjutkan perlawanan secara gerilya selama bertahun-tahun. *Perjuangan gerilya ini berlangsung cukup lama*, guys, bahkan sampai tahun 1963 ketika Dr. Soumokil akhirnya tertangkap di Pulau Seram. Setelah penangkapannya, Soumokil diadili dan dijatuhi hukuman mati pada tahun 1966. Penangkapan dan eksekusi Soumokil secara efektif mengakhiri perlawanan bersenjata **Republik Maluku Selatan** di Maluku. Konflik ini meninggalkan *bekas luka yang dalam* bagi masyarakat Maluku. Banyak korban jiwa berjatuhan, infrastruktur rusak, dan yang paling penting, timbul perpecahan sosial di antara sesama warga Maluku yang mendukung dan menentang **RMS**. Ini bukan hanya perang fisik, tapi juga perang ideologi yang membelah masyarakat dan menciptakan trauma kolektif yang butuh waktu sangat lama untuk pulih. Sampai hari ini, dampak dari konflik ini masih bisa dirasakan dalam narasi sejarah lokal dan nasional, mengingatkan kita betapa pentingnya menjaga persatuan dan menghindari konflik bersenjata.\n\n### RMS di Pengasingan dan Aktivitasnya\n\nMeskipun perlawanan bersenjata di Maluku berhasil ditumpas oleh pemerintah Indonesia pada tahun 1963 dengan tertangkapnya Dr. Soumokil, semangat **Republik Maluku Selatan (RMS)** tidak sepenuhnya padam, guys. Sebagian besar tokoh dan simpatisan **RMS** yang berhasil melarikan diri atau hidup di luar negeri, terutama di Belanda, kemudian membentuk pemerintahan dalam pengasingan atau yang dikenal sebagai *'RMS in ballingschap'*. Belanda, sebagai mantan penguasa kolonial, menjadi tempat yang strategis bagi mereka untuk melanjutkan perjuangan politik. Di sana, mereka terus melakukan aktivitas untuk mendapatkan dukungan internasional dan mempertahankan eksistensi **Republik Maluku Selatan** sebagai entitas politik. Mereka membentuk organisasi-organisasi, melakukan lobi ke berbagai forum internasional, dan menggelar demonstrasi untuk menarik perhatian dunia terhadap nasib rakyat Maluku dan tuntutan kemerdekaan mereka. Salah satu tujuan utama mereka adalah agar PBB mengakui hak penentuan nasib sendiri bagi rakyat Maluku, mengacu pada prinsip-prinsip dekolonisasi. Para pemimpin **RMS** di pengasingan ini, yang sebagian besar adalah keturunan Maluku yang dulunya anggota KNIL dan keluarga mereka, tetap memegang teguh cita-cita kemerdekaan. Mereka rutin mengadakan kongres, pertemuan, dan acara budaya untuk menjaga identitas Maluku dan memori akan **Republik Maluku Selatan** tetap hidup di kalangan diaspora. Mereka juga aktif menyuarakan isu-isu hak asasi manusia dan dugaan pelanggaran yang terjadi di Maluku, meskipun klaim mereka seringkali dibantah oleh pemerintah Indonesia. *Generasi muda Maluku di Belanda* pun turut serta dalam perjuangan ini, mewarisi semangat dari orang tua dan kakek-nenek mereka. Meski begitu, perlu dicatat bahwa dukungan terhadap **RMS** di kalangan diaspora Maluku di Belanda juga tidak seratus persen bulat. Ada kelompok yang lebih moderat dan lebih memilih jalur rekonsiliasi atau otonomi khusus dalam kerangka NKRI, daripada kemerdekaan penuh. Namun, faksi yang keras kepala tetap melanjutkan perjuangan kemerdekaan **Republik Maluku Selatan** dengan gigih. Aktivitas mereka di pengasingan ini memang tidak lagi menimbulkan ancaman militer bagi Indonesia, tetapi tetap menjadi *isu sensitif dalam hubungan diplomatik antara Indonesia dan Belanda*, terutama karena demonstrasi dan lobi-lobi yang mereka lakukan seringkali menarik perhatian media internasional. Pemerintah Indonesia secara konsisten menolak legitimasi **RMS** di pengasingan dan menganggapnya sebagai organisasi separatis ilegal. Meskipun demikian, keberadaan **RMS** di pengasingan ini menjadi pengingat yang konstan akan kompleksitas sejarah dan masih adanya aspirasi politik yang berbeda di antara masyarakat Maluku. Ini menunjukkan bahwa sejarah itu tidak selalu hitam putih, guys, dan terkadang, luka masa lalu butuh waktu sangat lama untuk bisa disembuhkan, bahkan lintas generasi dan benua.\n\n## Dampak RMS Bagi Maluku dan Indonesia\n\nKonflik **Republik Maluku Selatan (RMS)** bukan cuma sekadar cerita sejarah lama, guys. Dampaknya itu lho, masih terasa hingga hari ini, baik bagi Maluku maupun Indonesia secara keseluruhan. Mari kita telaah implikasi sosial dan politiknya.\n\n### Implikasi Sosial dan Politik\n\nGuys, dampak dari gerakan **Republik Maluku Selatan** terhadap Maluku dan Indonesia itu *sangat mendalam dan multidimensional*. Di Maluku sendiri, konflik ini meninggalkan bekas luka sosial yang parah. Masyarakat terpecah belah, ada yang pro-Indonesia, ada yang pro-RMS, dan ini menciptakan ketegangan serta trauma yang berkepanjangan. Pertumpahan darah dan konflik bersenjata menyebabkan hilangnya banyak nyawa, baik dari pihak militer maupun sipil, serta memaksa ribuan orang mengungsi dari tempat tinggal mereka. Hal ini jelas menghambat pembangunan daerah dan menciptakan ketidakstabilan sosial-politik selama bertahun-tahun. Secara politik, keberadaan **RMS** dan penumpasannya memperkuat narasi pemerintah Indonesia tentang pentingnya persatuan dan kesatuan nasional. Gerakan ini menjadi contoh nyata bagaimana potensi separatisme bisa mengancam keutuhan negara yang baru merdeka. Oleh karena itu, pasca-konflik, pemerintah pusat mengambil langkah-langkah untuk memperkuat kontrol dan integrasi Maluku ke dalam NKRI, termasuk melalui program-program pembangunan dan penempatan birokrat dari pusat. Namun, di sisi lain, bagi sebagian masyarakat Maluku, terutama mereka yang terhubung dengan gerakan **Republik Maluku Selatan**, masih ada rasa ketidakadilan dan kekecewaan. Mereka merasa hak-hak otonomi dan aspirasi lokal mereka tidak didengar atau diabaikan oleh Jakarta. Perasaan ini, meskipun mungkin tidak selalu diekspresikan secara terbuka, bisa menjadi bibit ketidakpuasan yang sewaktu-waktu bisa muncul ke permukaan, seperti yang kita lihat dalam beberapa insiden simbolik di Maluku di masa kini. Selain itu, isu **RMS** juga mempengaruhi hubungan antar-etnis dan antar-agama di Maluku. Meskipun konflik RMS secara langsung bukan konflik agama, namun dalam perkembangannya, sentimen dan identitas tertentu terkadang dikaitkan dengan narasi historis ini, terutama saat terjadi konflik sosial lainnya di Maluku pada akhir 1990-an dan awal 2000-an. *Maka dari itu, isu RMS ini lebih dari sekadar sejarah*, ia adalah cerminan kompleksitas dalam membangun identitas nasional di tengah keragaman daerah, dan bagaimana luka masa lalu bisa memengaruhi dinamika sosial dan politik hingga bergenerasi-generasi. Pemerintah Indonesia terus berupaya meredam isu ini, namun tantangan utamanya adalah bagaimana membangun kepercayaan dan memastikan keadilan serta kesejahteraan bagi semua warga negara, termasuk di Maluku, agar tidak ada lagi celah bagi gerakan separatisme. Ini adalah pekerjaan rumah yang besar, guys, yang membutuhkan pendekatan yang holistik dan berkelanjutan, bukan hanya sekadar tindakan represif.\n\n### Perspektif Masa Kini dan Upaya Rekonsiliasi\n\nNah, kalau kita bicara tentang **Republik Maluku Selatan (RMS)** di masa kini, situasinya memang jauh berbeda dibandingkan era 1950-an atau bahkan saat Soumokil masih bergerilya. Ancaman militer sudah tidak ada lagi, tetapi narasi dan memori tentang **RMS** masih hidup, terutama di kalangan generasi tua dan diaspora Maluku di Belanda. Pemerintah Indonesia sekarang, dengan pengalaman puluhan tahun dalam mengelola keberagaman dan konflik, cenderung mengambil pendekatan yang lebih lunak dan dialogis, meskipun tetap tegas menolak segala bentuk separatisme. Pemerintah menyadari bahwa pendekatan represif saja tidak cukup untuk menyelesaikan akar masalah ketidakpuasan. Oleh karena itu, ada upaya-upaya untuk membangun kembali kepercayaan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat Maluku. Program-program pembangunan infrastruktur, peningkatan kualitas pendidikan dan kesehatan, serta pemberdayaan ekonomi lokal terus digalakkan di Maluku. Tujuannya jelas, guys: agar masyarakat Maluku merasa menjadi bagian integral dari NKRI dan mendapatkan manfaat konkret dari pembangunan nasional. Selain itu, ada juga upaya-upaya rekonsiliasi informal, meskipun belum ada rekonsiliasi formal berskala besar terkait **RMS**. Pemerintah melalui berbagai kementerian dan lembaga, serta organisasi masyarakat sipil, berupaya menyembuhkan luka masa lalu melalui dialog, *penguatan budaya lokal*, dan pendidikan sejarah yang lebih inklusif. Tujuannya adalah untuk memahami perspektif yang berbeda tanpa harus membenarkan tindakan separatis. Namun, tantangan terbesarnya adalah bagaimana menyeimbangkan antara menjaga keutuhan NKRI dan menghargai aspirasi lokal serta memori kolektif masyarakat yang pernah menjadi bagian dari gerakan **Republik Maluku Selatan**. Di sisi lain, kelompok **RMS** di pengasingan juga menghadapi tantangan internal. Ada perdebatan tentang arah perjuangan mereka ke depan, apakah harus terus menuntut kemerdekaan penuh atau lebih fokus pada advokasi hak asasi manusia dan otonomi khusus dalam kerangka Indonesia. Generasi muda Maluku di diaspora pun mulai menunjukkan ketertarikan yang beragam; ada yang masih militan, ada pula yang lebih pragmatis dan ingin berkontribusi pada pembangunan Maluku dari luar negeri. *Jadi, bisa dibilang isu RMS ini sudah berevolusi, guys.* Dari ancaman bersenjata menjadi isu sosial-politik yang lebih kompleks, yang membutuhkan pendekatan yang bijaksana. Pemerintah Indonesia terus berupaya membangun Maluku menjadi provinsi yang maju dan sejahtera, memastikan bahwa aspirasi pembangunan dan kesejahteraan warga Maluku terpenuhi dalam kerangka NKRI. Ini adalah proses panjang yang tidak instan, tetapi dengan dialog yang terbuka dan komitmen untuk keadilan, diharapkan luka sejarah bisa perlahan-lahan disembuhkan dan masa depan Maluku menjadi lebih cerah tanpa bayang-bayang perpecahan.\n\n***\n\nNah, guys, itu tadi perjalanan kita memahami **Republik Maluku Selatan (RMS)**, dari sejarah kelam proklamasinya hingga dampaknya yang masih terasa sampai sekarang. *Kita bisa lihat kan, bahwa sejarah Indonesia itu kompleks banget*, penuh dengan cerita perjuangan, idealisme, tapi juga konflik dan trauma. **RMS** adalah salah satu babak penting yang mengajarkan kita tentang pentingnya persatuan, tapi juga tentang bagaimana aspirasi daerah harus didengar dan dikelola dengan bijak. Semoga artikel ini bisa menambah wawasan kalian dan bikin kita semua makin cinta sama Indonesia, dengan segala keragaman dan sejarahnya yang kaya. Yuk, terus jaga persatuan dan kesatuan bangsa kita!

Related Posts

Novak Djokovic Live: How To Watch & Where To Stream

Oct 23, 2025 51 views

Data Penderita HIV Di Indonesia: Angka Terbaru 2023

Oct 23, 2025 51 views

Aryna Sabalenka: Australian Open 2023 Champion

Oct 23, 2025 46 views

Vitopend 200: Your Ultimate Guide & Troubleshooting

Nov 17, 2025 51 views

GIPHY: Your Movie GIF Hub

Oct 23, 2025 25 views

New Post

Jared Vanderbilt: The NBA's Rising Star - Stats & Highlights

Dec 3, 2025 60 views

India Vs SA: Who Will Win?

Dec 3, 2025 26 views

© 2025 Faj News